Senin, 01 Desember 2008

KEBIJAKAN PUBLIK SEBAGAI KEPUTUSAN-KEPUTUSAN YANG MENGANDUNG KONSEKUENSI MORAL

I. KEADILAN SOSIAL
Tolak ukur keberhasilan pranata publik yang harus diperhatikan ialah terwujudnya keadilan sosial. Nilai keadilan sosial ingin dicapai dengan tujuan tersusunnya suatu masyarakat yang seimbang dan teratur sehingga seluruh warga negara memperoleh kesempatan guna membangun suatu kehidupan yang layak dan mereka yang lemah kedudukannya akan mendapatkan bantuan seperlunya. Keadilan sosial merujuk kepada masyarakat atau negara yang dapat berfungsi sebagai subyek maupun objek. Mewajibkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum serta membagi beban dan manfaatnya kepada para warga negara secara proporsional.
Negara kesejahteraan juga merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa pemerintah ditugaskan untuk “memajukan kesejahteraan umum serta mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Disamping itu pasal-pasal UUD 1945 banyak menuangkan ketentuan-ketentuan mengenai pentingnya kesejahteraan bagi setiap warga negara.
Sesuai dengan prinsip keadilan distributif, keadilan sosial mengandaikan adanya distribusi barang dan sumber-sumber daya secara adil. Kebijakan-kebijakan publik harus menjamin pemerataan sumber-sumber daya yang terdapat disuatu negara, dan yang lebih penting ialah bahwa ia harus menguntungkan kelompok atau kelas yang paling tak beruntung yaitu kaum fakir dan miskin.
Setelah merasakan adanya ekses-ekses yang timbul akibat timpangnya distribusi hasil pembangunan, pemerintah kemudian menggariskan rumusan Delapan Jalur Pemerataan bagi proyek-proyek pembangunan di Indonesia. Kedelapan jalur itu ialah : (1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, (2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan, (3) Pemerataan distribusi pendapatan, (4) Pemerataan kesempatan kerja, (5) Pemerataan pembangunan, (6) Pemerataan partisipasi dalam pembangunan, (7) Pemerataan penyebaran pembangunan diseluruh tanah air, dan (8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan hukum.
II. PARTISIPASI DAN ASPIRASI WARGA NEGARA
Secara umum corak partisipasi warga negara dapat dibedakan menjadi 4 macam :
1. Partisipasi dalam pemilihan. Partisipasi untuk memilih wakil-wakil rakyat, mengangkat pemimpin, atau menerapkan ideologi pembangunan tertentu.
2. Partisipasi kelompok. Warga negara bergabung dalam kelompok-kelompok tertentu untuk menyuarakan aspirasi mereka, sebagai sarana penengah antara pejabat dan warga negara.
3. Kontak antara warga negara dan pemerintah. Proses komunikasi dapat terjalin antara warga negara dengan pemerintahnya dengan cara menulis surat, menelpon, atau pertemuan secara pribadi atau bisa berlangsung dalam pertemuan-pertemuan mulai tingkat desa hingga rapat akbar yang melibatkan seluruh warga di sebuah kota, atau lokakarya dan konferensi yang membahas masalah-masalah khusus.
4. Partisipasi warga negara secara langsung dilingkungan pemerintahan. Misalnya saja jika terdapat seorang tokoh masyarakat yang didudukan sebagai wakil rakyat dilembaga-lembaga pembuat kebijakan. Cara lain ialah dengan menggaji client dari suatu program untuk menjadi pelaksana program itu sendiri.

III. MASALAH-MASALAH LINGKUNGAN
Kemajuan teknologi dan pembangunan fisik telah membawa kemajuan peradaban manusia yang luar biasa. Namun beberapa dasawarsa terakhir ini industrialisasi dan pembangunan yang kurang terencana mulai menghasilkan berbagai kekhawatiran berkenaan dengan masalah kelestarian alam dan lingkungan.
Tampak bahwa kebijakan yang menyangkut lingkungan dan kualitas hidup mengharuskan adanya strategi-strategi yang terpadu. Setidak-tidaknya ada lima aspek yang perlu mendapat perhatian.
Pertama, dari sudut kependudukan, pemerintah harus menyediakan wilayah-wilayah permukiman yang sehat, pembukaan lahan transmigrasi tanpa mengganggu potensi sumber daya alami, atau memperbaiki kualitas hidup dilingkungan kumuh perkotaan.

Kedua, masalah lingkungan dapat dilihat dari aspek pembangunan sektoral
Ketiga, pendekatan masalah lingkungan dari aspek media lingkungan seperti tanah, air, atau ruang.
Keempat, masalah lingkungan tidak terlepas dari unsur-unsur penunjang, misalnya pendidikan, pengembangan ilmu dan teknologi, pengaturan aparatur, atau pembebanan biaya terhadap konservasi lingkungan.

IV. PELAYANAN UMUM
Sadar atau tidak, setiap warga negara selalu berhubungan dengan aktivitas birokrasi pemerintahan. Untuk memperoleh pelayanan yang sederhana saja, pengguna jasa sering dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang terkadang mengada-ada.
Kelambanan pelayanan umum tidak hanya disebabkan oleh kurang baiknya cara pelayanan ditingkat bawah. Ternyata masih banyak faktor yang mempengaruhi begitu buruknya tata kerja dalam birokrasi. Sikap pandang organisasi birokrasi pemerintahan kita, misalnya, terlalu berorientasi kepada kegiatan dan pertanggungjawaban formal. Penekanan kepada hasil atau kualitas pelayanan sangatlah kurang, sehingga lambat laun pekerjaan-pekerjaan dalam organisasi menjadi kurang menantang dan menggairahkan.
Kencenderungan lain yang melekat di dalam birokrasi adalah kurang diperhatikannya asas keterjangkauan dan pemerataan dalam pelayanan. Secara normatif birokrasi seharusnya memihak kepada golongan miskin atau kelompok-kelompok pinggiran karena merekalah yang perlu dibantu untuk ikut menikmati hasil-hasil pembangunan.
Lebih dari itu masalah kekakuan prosedur juga melanda institusi-institusi pemerintah yang seharusnya melaksanakan aktivitas secara profesional. Kita bisa melihat betapa kurang lincahnya manajemen PLN atau Badan Usaha Milik Negara lainnya jika dibandingkan dengan manajemen perusahaan-perusahaan swasta.
Bentuk organisasi birokrasi yang diharapkan memiliki daya tangkap yang baik terhadap kepentingan-kepentingan umum adalah bentuk organis-adaptif.


Ciri-ciri pokok yang terdapat dalam struktur yang organis-adaptif antara lain :
1. Berorientasi kepada kebutuhan para pemakai jasa.
2. Bersifat kreatif dan inovatif.
3. Menganggap sumber daya manusia sebagai modal tetap jangka panjang.
4. Kepemimpinan yang memiliki kemampuan mempersatukan berbagai kepentingan dalam organisasi, sehingga dapat menyumbangkan sinergisme.

V. MORAL INDIVIDU ATAU KELOMPOK
Mempelajari etika berarti memahami sifat dasar tindakan manusia, pertentangan moral yang ada dibatinnya, pertimbangan moral yang mendasarinya, kesadaran moral yang menuntun prilakunya, kewajiban-kewajiban moral mereka sebagai makhluk yang paling sempurna, dan juga kelakuan moral yang tampak dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada dua sisi normatif yang melekat dalam tindakan dan keputusan para pejabat negara :
1. Aspek lazim yaitu cara-cara dimana kebijakan dan praktek pelaksanaan tugas pegawai negeri mendukung sikap-sikap dan titik tinjauan yang memungkinkan tanggung jawab atas kinerja , memperhitungkan kepentingan banyak pihak, pejabat-pejabat atasan, mandat legislatif, dan akhirnya kesejahteraan publik yang akan menjadi kewajiban pegawai-pegawai negeri serta mempengaruhi prilaku mereka.
2. Aspek terbatas yaitu cara-cara dimana pertanggungjawaban moral untuk kebijakan-kebijakan yang masuk akal itu sendiri dilaksanakan.
Moral individu mensyaratkan bahwa dalam hubungannya dengan orang lain seseorang harus mengikuti norma-norma etis dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai pertanggungjawaban antar manusia. Sedangkan moral kolektif terbentuk karena tergabungnya pertanggungjawaban didalam suatu kelompok sehingga proses tindakan-tindakan etis yang terwujud itu terbentuk karena persetujuan diantara individu-individu yang terdapat didalamnya.



VI. PERTANGGUNGJAWABAN ADMINISTRASI
Pertanggungjawaban biasanya diartikan sebagai proses antar pribadi yang menyangkut tindakan, perbuatan, atau keputusan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain sehingga ia dapat menerima hak dan wewenang tertentu berikut sanksi yang menjadi konsekuensinya. Akan tetapi dalam administrasi publik pertanggungjawaban mengandung tiga konotasi.
1. Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas.
Terdapat dua bentuk akuntabilitas, yaitu : akuntabilitas eksplisit dan akuntabilitas implisit. Akuntabilitas eksplisit merupakan pertanggung jawaban seorang pejabat negara manakala ia diharuskan untuk menjawab atau memikul konsekuensi atas cara-caranya dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan. Sedangkan akuntabilitas implisit berarti bahwa segenap aparatur negara secara implisit bertanggungjawab atas setiap pengaruh yang tak terduga dari akibat-akibat keputusan yang dibuat.
2. Pertanggungjawaban sebagai sebab-akibat.
Pertangunggjawaban ini muncul bila orang mengatakan bahwa suatu lembaga diharuskan untuk mempertanggungjawabkan jalannya suatu urusan.
3. Pertanggungjawaban sebagai kewajiban.
Apabila seseorang bertanggung jawab dalam artian kewajiban untuk melakukan sesuatu.
Tipe-tipe sistem pertanggungjawaban :
1. Pertanggungjawaban birokratis adalah mekanisme yang secara luas dipakai untuk mengelola kehendak-kehendak lembaga negara.
2. Pertanggungjawaban legal adalah mirip dengan bentuk birokrasi karena ia juga melibatkan penerapan kontrol yang terus menerus atas aktivitas administrasi negara.
3. Pertanggungjawaban profesional, dicirikan oleh penempatan kontrol atas aktivitas-aktivitas organisasional ditangan para pejabat yang punya kepakaran atau keterampilan khusus dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
4. Pertanggungjawaban politis merupakan sistem pertanggungjawaban yang sangat dibutuhkan bagi administrator di negara-negara demokratis.


VII. ANALISIS ETIS
Tidak Mudah untuk menilai tindakan-tindakan seseorang, apakah sudah sesuai dengan norma etika atau belum. Apalagi kalau tindakan tersebut berproses melalui serangkaian keputusan yang panjang.
Konsep moralisme legal dapat dirumuskan dari dua sisi tuntutan yang menyangkut tindakan manusia yaitu :
1. Sisi ”moralis”, bahwa tindakan-tindakan tertentu memang secara intrinsik dapat disebut salah.
2. Sisi ”legal”, bahwa tindakan-tindakan yang salah adalah tindakan-tindakan yang ilegal atau melawan hukum.
Tipe-tipe pelanggaran atau permasalahan :
1. Ketidakjujuran
Para pejabat negara selalu punya peluang untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak jujur dalam tugas-tugasnya. Berbagai pungutan liar atau penggelapan merupakan contoh yang paling nyata.
2. Perilaku yang buruk
Tindakan penyuapan, pemberian uang sogok, suap, atau uang semir merupakan contoh perilaku yang buruk.
3. Konflik kepentingan
Pembayaran uang jasa oleh para kontraktor kepada pejabat pemerintah mungkin dianggap wajar kalau itu dilakukan secara sukarela. Tetapi jelas ada perbedaan normatif jika pemberian itu dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan yang hendak diambil pejabat tersebut.
4. Melanggar peraturan perundangan
Bertindak tanpa wewenang yang sah dan melanggar peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Perlakuan yang tidak adil terhadap bawahan
Seorang pegawai kerapkali diberhentikan oleh atasannya dengan alasan yang tidak berhubungan dengan tindakan yang tidak efisien atau kesalahan lainnya.


6. Pelanggaran terhadap prosedur
Prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah kadang-kadang tidak tertulis dalam perundangan, tetapi sesungguhnya prosedur itu punya kekuatan seperti peraturan perundangan dan karena itu setiap instansi akan lebih baik jika melaksanakannya secara konsisten.
7. Tidak menghormati kehendak pembuat peraturan perundangan
Pejabat-pejabat negara dalam tindakannya telah sesuai dengan peraturan perundangan dan prosedur yang berlaku. Meskipun demikian bukan tidak mungkin bahwa mereka sebenarnya gagal dalam mengikuti kehendak pembuat peraturan.
8. Inefisiensi dan pemborosan
Pemborosan dana, waktu, barang, atau sumber-sumber daya milik organisasi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawaban adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan.
9. Menutup-nutupi kesalahan
Pejabat publik seringkali menolak untuk memberikan keterangan yang sesungguhnya kepada badan-badan legislatif karena merasa bahwa penyimpangan-penyimpangan dalam organisasinya adalah tanggungjawabnya sendiri, sehingga badan legislatif kemudian diabaikan.
10. Kegagalan mengambil prakarsa.
Tidak adanya prakarsa dapat disebabkan oleh :
- Ketakutan terhadap kritik yang mungkin terlontar meskipun organisasi sangat memerlukan perbaikan.
- Perasaan tidak aman untuk berbuat karena enggan mengambil resiko.
- Perasaan bahwa mengambil prakarsa berarti menambah pekerjaan.

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca artikel ini, mohon komentar anda dan jangan bosan untuk membaca artikel lainnya, tulis nama anda setelah berkomentar, trims.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Mohon di Klik

Entri Populer