Senin, 01 Desember 2008

hubungan legitiminasi dengan kekuasaan

1. Hubungan legitimasi dengan kekuasaan yaitu :
Legitimasi adalah kewenangan atau keabsahan sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan. Jadi hubungannya : kekuasaan tanpa didukung dengan legitimasi (keabsahan) tidak akan dapat berjalan baik karena akan mudah di rongrong dan mendapatkan ancaman baik dari dalam maupun dari luar. Dengan legitimasi, seseorang atau sekelompok orang akan patuh dan tunduk terhadap kekuasaan tersebut. Salah satu contoh, pada zaman dulu, sebagian besar negara di dunia diperintah dengan sistem monarki, legitimasi kekuasaan biasanya bersifat religi. Masyarakat tunduk pada kekuasaan raja-raja karena mereka percaya bahwa raja adalah salah satunya manusia yang memegang amanat Tuhan serta memiliki kekuatan-kekuatan adikodrati. Hubungan lainnya yaitu menyangkut opini masyarakat mengenai keabsahan seseorang dalam kekuasaannya, bertalian dengan tatanan hukum tertulis yang berlaku didalamnya dan meletakkan prinsip-prinsip moral atas kekuasaan tersebut.

2. Perbedaan legitimasi sosiologis dengan legitimasi politik :
Legitimasi sosiologis melihat kewenangan atas berdasarkan bulat tidaknya kesepakatan yang terjelma dalam masyarakat. Sedangkan Legitimasi Etis melihat kesesuaian antara dasar-dasar kekuasaan itu dari sudut norma-norma moral. Dengan demikian legitimasi etis bukan sekedar menyangkut opini masyarakat mengenai keabsahan seseorang dalam kekuasaannya dan bukan pula hanya bertalian dengan tatanan hukum tertulis yang berlaku didalamnya tetapi ia mencoba meletakkan prinsip-prinsip moral atas kekuasaan. Jika dibandingkan dengan legitimasi sosiologis akan diperoleh ciri spesifik mengenai legitimasi etis :
1) Kerangka legitimasi etis mengandaikan bahwa setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya dilakukan secara etis termasuk persoalan kekuasaan.
2) Legitimasi etis berada dibelakang setiap tatanan normatif dalam perilaku manusia. Etika menjadi landasan dari setiap kodifikasi peraturan hukum, sehingga paham etis tidak dilecehkan.

3. Sumber-sumber kekuasaan :
Sumber-sumber kekuasaan dapat dipahami melalui 5 teori (paham) kedaulatan, yaitu :
1) Paham Kedaulatan Tuhan ( Aqustinus dan Thomas Aquinas) : bahwa kekuasaan negara adalah berasal dari sang pencipta Tuhan. Masyarakat berhak menolak (tidak mentaati) berbagai perintah dari penguasa yang melanggar ketentuan atau norma moral dan keadilan yang dikehendaki oleh Tuhan. Contoh : Arab Saudi menegakkan hukum berdasarkan firman-firman tuhan yang terdapat dalam kitab suci, salah satunya hukuman rajam bagi orang yang melakukan perzinahan.
2) Paham Kedaulatan Raja (Thomas Hobbes) : bahwa kekuasaan dimiliki oleh penguasa negara (raja). Raja bertindak absolut mengakibatkan warga masyarakat sama sekali tidak memiliki hak apapun terhadap negara. Contoh : Pada masa pemerintahan Raja Louis XVI di Prancis, raja bertindak sewena-wena terhadap rakyat.
3) Paham Kedaulatan Negara (George Jellineck dan Paul Laband) : Bahwa kekuasaan yang terdapat didalam negara merupakan resultan dari kodrat alam . Kekuasaan penguasa adalah yang tertinggi. Setiap perintah dari penguasa negara yang dimanifestasikan dalam hukum haruslah di taati oleh masyarakat. Contoh : Kekuasaan Adolf Hitler di Jerman.


4) Paham Kedaulatan Rakyat (Jean-Jacque Rousseau, John Locke dan Monstesquieu) : Bahwa kekuasaan negara yang diselenggarakan oleh para penguasa adalah berasal dari rakyat. Negara pada hakekatnya adalah produk dari perjanjian diantara masyarakat . Sebagai konsekuensinya, bahwa setiap hukum akan mengikat sepanjang disetujui oleh rakyat. Contoh : Indonesia menganut paham ini, dimana kedaulatan ada ditangan rakyat dan sepenuhnya dilakukan oleh MPR.
5) Paham Kedaulatan Hukum : Bahwasannya segala kekuasaan negara yang diselenggarakan penguasa maupun oleh rakyat, pada dasarnya berasal dari hukum alam. Konsekuensinya bahwa kekuasaan yang diperoleh tidak berdasarkan hukum dipandang tidak sah dan tidak perlu ditaati. Contoh : Amerika Serikat, menetapkan hukum berdasarkan kesepakatan parlementer.
(Berdasarkan buku Hukum Administrasi Negara hal. 43)
Weber melihat adanya 3 corak legitimasi sosiologis yaitu :
a. Kewenangan tradisional (tradisional domination) yaitu bahwa kekuasaan untuk mengambil keputusan umum diserahkan kepada seseorang berdasarkan keyakinan-keyakinan tradisonal. Seseorang diberi hak atau kekuasaan karena ia berasal dari golongan bangsawan atau dinasti yang memang sudah memerintah untuk kurun waktu yang lama. Jenis kewenangan ini mirip dengan legitimasi religius. Contoh : Kekuasaan Sultan Hamengkubuwono di Yogyakarta.
b. Kewenangan kharismatik yaitu kewenangan yang mengambil landasan pada kharisma pribadi seseorang sehingga ia dikagumi dan dihormati oleh khalayak. Contoh : Tokoh-tokoh seperti Mahatma Gandhi atau Adolf Hitler, adalah termasuk pemimpin yang memiliki kekuasaan yang bersandar pada kewenangan kharismatik.
c. Kewenangan legal-rasional yaitu kewenangan yang berlandaskan dari hukum-hukum formal dan rasional bagi dipegangnya kekuasaan oleh seorang pemimpin. Contoh : Negara-negara modern yang banyak menggunakan konsepsi kewenangan legal-rasional seperti perdana menteri, presiden atau konselir.


4. Beberapa pendapat para ahli tentang legitimasi kekuasan :
No. Para Ahli Pendapat tentang legitimasi kekuasaan
1. Plato • Mereka yang mempunyai kekuatan nalar terbesar hendaknya diberi kekuasaan terbesar untuk memerintah.
• Konsepsi tentang “filsuf-raja” atau “raja filsuf” bahwa pemerintah akan adil jika raja yang berkuasa adalah seorang yang bijaksana.
• Kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu terpenuhi. Oligarki musti di cegah untuk menghindari supaya kelas penguasa tidak justru melayani diri mereka sendiri.
2. Thomas Aquinas o Masalah keadilan diterjemahkan kedalam dua bentuk :
1) Keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi seperti pembelian penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar.
2) Menyangkut pangkat, bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa atau pemimpin memberikan haknya berdasarkan pangkat.
o Membahas tentang hukum :
• Hukum abadi (Lex Eterna) : Manusia makhluk yang berakal budi, wajib memenuhi setiap apa yang menjadi kehendak Tuhan dan mempertanggung jawabkannya secara sungguh-sungguh.
• Hukum kodrat (Lex Naturalis) : Tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuai dengan kodratnya. Menolak segala paham kewajiban yang tidak absah secara rasional dan tidak sesuai dengan martabat manusia.
 Hukum buatan manusia (Lex Humana) : Norma-norma hukum berlaku karena adanya perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya. Isi hukum buatan manusia hendaknya sesuai dengan hukum kodrat.
3. Nicolo Machiavelli • Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mampu menunjang kekuasaan negara.
• Bahwa tindakan-tindakan yang jahat pun dapat dimanfaatkan oleh masyarakat asal saja penguasa mencapai sukses.
• Mengadakan pemisahan yang tegas antara prinsip-prinsip moral dan prinsip-prinsip ketatanegaraan.
• Tidak memperhitungkan bagaimana sikap-sikap masyarakat terhadap legitimasi kekuasaan.
• Suatu pemerintahan tidak seharusnya bertindak setengah-setengah.
4. Thomas Hobbes • Untuk menertibkan tindakan manusia, mencegah kekacauan, dan mengatasi anarki, tidak mungkin mengandalkan kepada imbauan-imbauan moral. Negara harus membuat supaya manusia itu takut dan yang mesti digunakan adalah tatanan hukum.
• Adanya upaya untuk mengatasi konflik-konflik kepentingan dari sudut pandang utilatarian. Negara mesti berkuasa secara absolut jika tidak ingin bahwa negara itu akan keropos oleh begitu banyaknya anarki.
• Hukum di atas segala-galanya. Sesuatu dianggap adil jika itu sesuai dengan undang-undang, batapa pun buruknya.
5. Jean-Jasques Reusseau • Pada dasarnya manusia itu baik. Negara dibentuk karena adanya niat-niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahteraan Individu.
• Segala bentuk kepentingan individu yang menyimpang dari kepentingan umum adalah salah, dan karena itu orang harus melihat kebebasan itu justru pada kesamaan yang terbentuk dalam komunitas.
Kepentingan publik kolektif senantiasa memperkuat kebebasan dan kesejahteraan individu sambil menguraikan bahwa setiap pribadi hendaknya tidak lagi menganggap dirinya sebagai kesatuan melainkan bagian dari kesatuan yang disebut komunitas.

5. Penerapan demokrasi di Indonesia umumnya dan kota Bengkulu khususnya :
Penerapan demokrasi di Indonesia pada umumnya dan kota Bengkulu khususnya, dewasa ini belum berjalan secara maksimal, ada beberapa elemen yang telah terwujud tetapi ada juga yang belum. Beberapa yang telah terwujud yaitu :
- Kehidupan kepartaian memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara maksimal. Sekarang, Indonesia menganut sistem banyak partai (multy party sistem). Kurang lebih 40 partai politik yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang sangat tinggi dalam proses rekruitmen, baik pengurus atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya. Campur tangan pemerintah dalam hal rekruitmen internal partai boleh dikatakan tidak ada sama sekali. Sehingga setiap partai bebas memilih ketua dan segenap anggota pengurusnya. Persaingan antara sejumlah tokoh partai politik untuk menjadi ketua partai berjalan dengan wajar dan demokratik.
- Masyarakat Indonesia umumnya dan kota Bengkulu khususnya dapat memilih langsung calon Presiden, Gubernur atau Walikota yang mereka kehendaki sesuai dengan hati nurani.
- Masyarakat Indonesia pada umumnya dan kota Bengkulu khususnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkan dengan maksimal. Hak untuk berserikat dan berkumpul dapat diwujudkan dengan terbentuknya sejumlah partai politik, organisasi masyarakat, dan LSM. Kebebasan pers juga dirasakan dengan baik, pers memainkan peranan yang sangat besar dalam meningkatkan dinamika kehidupan politik, terutama sebagai alat kontrol sosial. Sekalipun pers itu sendiri merupakan instrumen politik yang sangat efektif dari sejumlah partai politik.
- Kebebasan berpendapat (freedom of expression). Masyarakat yang mampu melakukannya dapat saja menggunakan haknya tanpa ada rasa khawatir untuk menghadapi resiko, sekalipun mengkritik pemerintah. Salah satu contoh tayangan Republik Mimpi dan Open Hause di Metro TV
- Daerah-daerah memperoleh otonomi yang cukup termasuk Bengkulu, bahkan otonomi yang seluas-luasnya, dengan asas desentraslisasi sebagai landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Daerah-daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi yang berkembang di daerah tersebut. Termasuk didalamnya kewenangan untuk menggali sumber daya keuangan dan kewenangan untuk mengisi jabatan lokal yang sesuai dengan kondisi politik lokal.
- Pemilihan umum belum sebenar-benarnya dilaksanakan dengan prinsip demokrasi tetapi cukup baik bila dibandingkan dengan sebelumnya. Kompetisi antara partai politik berjalan dengan sangat intensif walaupun memang ada beberapa partai politik saling menzalimi. Partai-partai politik dapat melakukan nominasi calonnya dengan bebas, kampanye dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, dalam rangka mencari dukungan yang kuat dari masyarakat pemilih. Dan yang tidak kalah pentingya adalah, setiap pemilih dapat menggunakan hak pilihnya dengan bebas tanpa ada tekanan atau rasa takut. Hal ini dapat kita lihat pada saat pemilihan Presiden, Gubernur dan Walikota Bengkulu beberapa waktu lalu.



Dan beberapa yang belum terwujud sehingga menimbulkan penylmpangan demokrasi, sebagai berikut :
- Para pejabat di Indonesia umumnya dan Bengkulu khususnya sebagian besar belum/tidak dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Kata-kata maupun prilakunya terkadang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Contohnya saja kampanye anti KKN di sejumlah instansi pemerintah, tetapi toh pejabat sendiri yang melanggarnya.
- Di Indonesia pada umumnya dan kota Bengkulu khususnya, prevalensi birokrasi tinggi sekali dan berlebihan. Kita akan menemukannya pada hampir semua tempat dan semua tingkatan baik instansi pemerintah maupun swasta. Bahkan kita tidak akan dapat menghindarkan diri dari Birokrasi yang berbelit-belit dan berbiaya tinggi.. Contohnya saja dalam pembuatan KTP, pengurusan izin dan sebagainya.
- Masih banyak terdapat warga masyarakat yang belum dapat menyalurkan hak pilihnya. Salah satu contoh seperti tidak terdatanya dalam daftar pemilih, atau walaupun terdata tapi tidak mendapatkan kartu pemilih.
- Masih berkembangnya money politic dalam pemilihan presiden, gubernur atau walikota sebagai salah satu bentuk kecurangan pemilu yang dilakukan tim sukses salah satu calon.
- Masih adanya tirani kekuasaan yang sulit di tembus dan berlangsung secara terus menerus. Contohnya : Orang-orang dekat dengan pejabat, merekalah yang mendapat kedudukan/jabatan dalam organisasi/instansi.

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca artikel ini, mohon komentar anda dan jangan bosan untuk membaca artikel lainnya, tulis nama anda setelah berkomentar, trims.

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Mohon di Klik

Entri Populer