Kamis, 24 Februari 2011

Repost : Khawatir Dirusak, Rafflesia Dijaga 12 Jam


Hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal atau 15 Februari 2011 lalu (15/2), juga banyak dimanfaatkan warga Bengkulu untuk berwisata. Salah satu tempat yang ramai dikunjungi adalah lokasi mekarnya bunga rafflesia di Desa Tebat Monok, Kabupaten Kepahiang. Tak pelak, keindahan bunga raksasa yang mekar sempurna pada Senin (14/2) pagi itu menarik perhatian pengunjung. Baik yang tak sengaja melintas atau sengaja berkunjung setelah mendapat informasi dari SMS ke SMS.

KOMI KENDY, Kepahiang

MEKARNYA bunga rafflesia memang selalu menjadi perhatian banyak orang, karena memang sangat jarang ditemui. Kali ini mekarnya bunga yang menjadi ikon Provinsi Bengkulu itu kembali mekar di Desa Tebat Monok, hanya saja berbeda tempat dengan yang sebelumnya juga mekar beberapa minggu lalu. Kali ini lokasi "pintu masuknya" berada sekitar 500 meter setelah gerbang perbatasan Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kabupaten Kepahiang, ditempuh sekitar 1 jam menggunakan sepeda motor dari Kota Bengkulu.

Dari pinggir jalan, lokasi menuju tempat tumbuhnya bunga pun lumayan jauh sekitar 300 meter dari tepi jalan. Ada papan penunjuk yang dibuat Tim Peduli Puspa Langka yang dipasang Senin, bersamaan dengan mekarnya rafflesia. Meski tidak terlalu sulit, tapi bagi sebagian pengunjung medannya membuat serasa benar-benar berpetualang ke hutan belantara.

Dari pintu rimba, pengunjung harus melewati jalur menurun yang cukup licin sekitar 200 meter, lalu selanjutnya sekitar 100 meter menyusuri anak sungai. Takut terpeleset dan terguling ke bawah, anak-anak yang diajak orang tua mereka, terpaksa digendong.

Di lokasi mekarnya rafflesia, sudah ada Kholidin (43), warga Desa Tebat Monok. Ia juga merupakan Ketua Tim Peduli Puspa Langka yang menjaga agar selama mekar rafflesia tidak diusik tangan jahil. Ia pula yang menjadi guide dadakan bagi pengunjung yang ingin tahu lebih banyak bunga tersebut. "Saya memang sengaja stand by di sini 12 jam dari jam setengah enam pagi sampai habis maghrib. Saya khawatir rafflesia ini dirusak orang," tutur Kholidin yang menjaga rafflesia bersama anak-anaknya.

Bunga rafflesia yang mekar itu kini diameter kelopaknya sudah mencapai 75 sentimeter, atau bertambah 15 sentimeter sejak pertama kali ditemukan mekar. Tinggi kelopak dari tanah mencapai 32 sentimeter. Diperkirakan bunga itu hanya mekar selama 12 hari sebelum akhirnya membusuk. Menurut Kholidi, bunga itu tergolong sedang dibandingkan bunga rafflesia terbesar yang pernah ditemukannya dengan diamater 1 meter.

Berbeda dengan bunga bangkai (bunga kibut) yang mengeluarkan bau busuk dan tercium dari radius beberapa meter, bau bunga rafflesia hanya tercium dari jarak dekat. Baunya yang sedikit amis, menarik serangga dan lalat untuk mendekat dan memakan sari bunga dari diskus (bagian tengah bunga yang mirip duri).

Di sekitarnya tidak ada pagar pembatas seperti yang biasa dipasang warga untuk melindungi bunga. Sehingga kali ini pengunjung bisa berfoto dari jarak sangat dekat. Meski begitu, sesekali Kholidi menegur pengunjung yang menyentuh bunga atau berfoto terlalu dekat. "Saya bukan pelit atau cerewet. Tapi karena tidak dipagar saya harus lebih rewel. Jangan sampai bunganya rusak dan tidak bisa dinikmati bersama," ujar Kholidin.

Sejak kemarin lusa, sudah sekitar 400 pengunjung yang datang ke lokasi mekarnya rafflesia. Pengunjung yang datang ada yang rombongan satu bus berasal dari Jambi. "Malah akan ada yang datang langsung dari Jepang. Namanya Mr. Hayashi. Sudah dua-tiga kali dia kemari melihat rafflesia mekar dan selalu minta dikabari tiap ada yang mekar. Biasanya dari Jepang dia ke Salatiga, lalu naik motor ke Bengkulu menempuh perjalanan empat hari," tutur Kholidin.

Pada area seluas 1 hektare di kawasan mekarnya bunga rafflesia itu, totalnya ada 11 titik tumbuhnya bunga. Kalau medan ditemukannya bunga rafflesia cukup jauh dari pinggir jalan dan sulit ditempuh, biasanya Kholidi tidak mau mengambil risiko. Ia tidak menginformasikan temuan bunga rafflesia kepada masyarakat umum. Tapi kalau jalurnya aman, ia pun membuka jalan untuk melintas. "Takutnya kalau jalur susah tetap dipaksakan memperbolehkan pengunjung melihat, malah celaka," kata Kholidin.

Secara rutin hampir setiap hari Kholidin menyisiri wilayah hutan, mengecek bunga rafflesia yang tumbuh. Baginya tidak sulit mengetahui di mana saja lokasi tumbuhnya bunga rafflesia. Ada batang khusus yang disebutnya batang sekedei.

"Kalau bahasa Bengkulu Selatan itu batang segedi. Kebetulan saya asli Bengkulu Selatan. Biasanya kami melihat batangnya dan menyusuri akarnya. Batang sekedei ini biasanya lentur dan mudah putuh," kata Kholidi, sembari menunjuk akar yang menghubungkan bunga rafflesia ke batang sekedei. Jaraknya hanya sekitar 2 meter antara bunga dan batang.

Mengupas Mitos

Selama menjaga bunga rafflesia, Kholidin mengatakan dirinya mendapati banyak perbedaan tentang rafflesia versi buku dengan rafflesia yang dijaganya. Perbedaan itu dianggapnya karena selama ini beberapa peneliti hanya fokus pada bunga, tidak menelusuri hingga inangnya.

Beberapa perbedaan yang didapati Kholidi bahwa ada yang mengatakan bahwa bunga adalah jamur atau spora yang biasa tumbuh di batang lapuk. Anggapan ini ditepisnya setelah membuktikan bahwa bunga rafflesia punya akar dan batang. "Saya baru tahu waktu SMP. Karena penasaran,waktu ada bunga yang tumbuh di pekarangan kebun orang tua, langsung saya korek. Baru ketahuan kalau ternyata rafflesia punya akar dan batang," tuturnya.

Lalu ada juga yang mengatakan bahwa diskus bunga rafflesia bisa menyedot tangan manusia dan memakannya. Begitu juga dengan hewan-hewan yang mendekat. Ternyata anggapan itu salah, karena justru binatang kecil seperti lalat dan serangga memakan sari makanan dari duri-duri diskus. "Tapi mungkin mitos ini ada baiknya karena membuat orang yang belum tahu tidak mau menyentuh bunga rafflesia ini. Bisa jadi sengaja disebarkan agar tidak ada yang merusak," tambahnya.

Lalu dalam sebuah buku yang pernah dibacanya juga menyebutkan bahwa rafflesia hanya tumbuh di musim hujan dan tidak bisa dibudidayakan. Menurutnya hal itu pun tidak benar. Tahun 1997 di Bengkulu pernah terjadi kemarau panjang, hingga sembilan bulan. Nyatanya pada periode itu bunga rafflesia tetap tumbuh.

"Satu lagi saya membuktikan bahwa isi di buku tidak sama dengan kondisi yang sebenarnya. Sekarang saya lagi mencoba melakukan penangkaran batang sekedei. Memang belum pernah berbunga. Tapi saya yakin pada jangka waktu tertentu di batang sekedei itu nantinya bisa tumbuh rafflesia," tambah Kholidi,

Hal lainnya, terkait sejarah yang menyebutkan bahwa Gubernur Thomas Stamford Raffles adalah penemu pertama bunga raksasa di Bengkulu. Kholidin sendiri yakin hal itu tidak benar. Ia berkeyakinan justru warga pribumi lah yang pertama kali menemukan. "Logikanya Thomas Stamford Raffles adalah pejabat tinggi, ibaratnya gubernur sekarang. "Apakah benar dia sendiri bersama rekannya Arnold itu yang menembus hutan dan menemukan bunga ini? Saya rasa tidak," ujar pria yang menamatkan pendidikannya di SMA PGRI Kepahiang.

Buat Penangkaran

Sejak pindah ke Tebat Monok bersama kedua orang tuanya Samsudin dan Sihawati, tahun 1979, Kholidin bersama keluarganya memang konsen melindungi puspa langka yang tumbuh di sekitar tempat tinggal mereka. Beberapa tahun sebelumnya, menjaga bunga rafflesia dilakukan bekerjasama dengan sebuah kelompok pencinta alam Cinta Sampai Puncak (CSP). Tapi setelah itu anggota Tim Peduli Puspa langka ini makin berkurang.

"Tadinya anggota kami 21 orang, menyusut menjadi 13 orang. Lalu sekarang hanya 7 orang saja dan kami saudara kandung. Mengapa anggotanya berkurang, ya sepertinya faktor ekonomi yang menjadi persoalan. Aktivitas perlindungan ini kami lakuka swadaya. Belum ada bantuan subsidi dari pemerintah. Beruntungnya banyak diantara pengunjung yang memiliki kepedulian membantu sukarela. Meskipun jumlahnya terbatas," tutur Kholidin, yang merupakan anak ke-2.

Sangat disayangkan Kholidin, hingga sekarang belum ada yang menuntun mereka ke arah pelestarian dan penangkaran, terutama dari pemerintah. Dia yang pernah mencoba membuat penangkaran bunga kibut dan rafflesia, terkendala dana. Akibatnya penangkaran yang dirintis sekitar tahun 2009 kini mulai tak terurus. "Kami sudah mencoba untuk berbuat, tapi kami juga punya keterbatasan. Untuk sementara, penangkaran bunga kibut itu tidak terurus," tambahnya.(**)

http://www.facebook.com/notes/kendy-komi/khawatir-dirusak-rafflesia-dijaga-12-jam/501146647244?ref=notif&notif_t=note_reply

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Mohon di Klik

Entri Populer