Mencintai Bengkulu sepenuh hati dengan segala keanekaragaman seni dan budayanya, ikut andil dalam memajukan wisata Bengkulu -- Perjalanan-perjalanan
Sabtu, 30 Oktober 2010
Tirta Empul
Tirta Empul bermakna air suci yang menyembur dari dalam tanah.
Pura ini terletak sebelah timur di bawah Istana Tampaksiring tepatnya. Cerita awalnya bersumber dari sebuah prasasti Batu yang masih tersimpan di Desa Manukkaya menyebutkan pura ini dibangun oleh Sang Ratu Sri Candra Bhayasingha Warmadewa di daerah Manukaya. Prasasti ini memuat angka tahun 882 caka (960 masehi). Di sini terdapat sebuah mata air yang sangat besar, yang hingga sekarang dikeramatkan oleh penduduk setempat. Kekunaan yang terdapat disini ialah sebuah lingga-yoni dan arca lembu.
Layaknya pura-pura lain di Bali, pura ini memiliki 3 bagian yang merupakan jaba pura (halaman muka), jaba tengah (halaman tengah), dan jeroan (bagian dalam). Pada Jabe Tengah terdapat dua buah kolam persegi empat panjang, dan kolam tersebut mempunyai 30 buah pancuran yang berderet dari timur ke barat menghadap ke selatan. Masing-masing pancuran itu menurut tradisi mempunyai nama tersendiri, diantaranya pancuran pengelukatan, pebersihan sidamala, dan pancuran cetik (racun).
Pancuran cetik (racun) dan nama Tirta Empul ada hubungannya dengan mitologi, yaitu peleburan Mayadenawa raja Batu Anyar (Bedulu) dengan bhatara Indra. Dalam metologi itu diceritakan bahwa raja Mayadenawa bersikap sewenang-wenang dan tidak mengizinkan rakyat untuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan untuk memohon keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Setelah perbuatan itu diketahui oleh para dewa, maka para dewa yang dipimpin oleh dewa Indra menyerang Mayadenawa. Akhirnya Mayadenawa dapat dikalahkan dan melarikan diri dan sampailah di sebelah utara desa Tampak Siring. Dengan kesaktiannya, Mayadenawa menciptakan mata air cetik yang mengakibatkan banyak para laskar bhatara Indra yang gugur akibat minum air tersebut.Melihat hal ini maka bhatara Indra segera menancapkan tombak dan memancarkan air dari dalam tanah. Tirta Empul dan mata air ini dipakai untuk memerciki para pasukan dewa sehingga tidak beberapa lama hidup lagi seperti sedia kala. Metologi ini mungkin ada pengaruhnya dengan raja Majapahit ke Bali. Ekspedisi Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit yang datang ke Bali pada tahun 1314 digambarkan sebagai bhatara Indra dan bhatara Sri Astasura Bhumi Banten yang memerintah dan berkedudukan di Bedulu digambarkan sebagai raja Mayadenawa. Menurut cerita rakyat setempat, metologi Mayadenawa juga dihubungkan dengan hari raya Galungan yang jatuh pada hari Rabu Kliwon Dungulan. Galungan adalah lambang perjuangan antara Dharma melawan Adharma, kebenaran melawan kejahatan. Bertepatan dengan hari raya Galungan semua seni tari Barong sakral dari desa-desa yang ada di wilayah kabupaten Gianyar dimandikan dengan air suci Tirta Empul. Barong adalah lambang dari kebaikan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mohon di Klik
Entri Populer
-
Assalamu’alaikum wr.wb, Yang terhormat bapak camat kampung melayu kota bengkulu beserta ibu Yang terhormat bapak Lurah Teluk sepang beserta ...
-
INDAHNYA PERSAHABATAN Tiada mutiara sebening cinta.. Tiada sutra sehalus kasih sayang.. Tiada embun sesuci ketulusan hati.. Dan tiada hubung...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Keadaan Penganggur dan Setengah Pengangguran. Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan...
-
TERIMA KASIH UNTUK KAKAK YANG TELAH MENJADI GURU KU Oleh : Mayang Santri TPQ As Sunah Kakak adalah guruku yang tampan Kakak juga guruku yang...
-
PUISI AKHIR TAHUN Senja di Ufuk Barat Telah Sampai Laksana Tirai yang Tersemai Bagai Cerita Sukses Telah Digapai Harapan & Do’a Janganla...
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah membaca artikel ini, mohon komentar anda dan jangan bosan untuk membaca artikel lainnya, tulis nama anda setelah berkomentar, trims.